Sebuah penelitian yang diprakarsai Shawn Achor dari Harvard University menunjukkan bahwa banyak perusahaan yang mengeluh karena karyawan mereka tidak fokus dalam pekerjaannya sehingga gagal memberikan kinerja terbaik. Penelitian di AS membuktikan bahwa hanya 29% karyawan yang benar-benar engaged. Bagian terbesar, yaitu 54% karyawan, masuk kategori not engaged, sementara 17% sisanya adalah actively disengaged.
Penyebab utama ketidakterlibatan karyawan ini adalah karena mereka tidak bahagia di tempat kerja. Mereka melihat pekerjaan sebagai setumpuk tugas dan kewajiban, bukannya sebagai sesuatu yang mencerahkan, apalagi membahagiakan. Mereka sama sekali tidak menikmati pekerjaannya.
Penelitian yang dilakukan oleh Tim Ekonomi dari Universitas Warwick di Inggris dan Jerman pada tahun 2014 menguji hubungan antara kebahagiaan dan produktivitas. Hasilnya menunjukkan bahwa orang yang hatinya senang, bahagia, lebih produktif dibanding dengan orang yang sedang berduka atau sedang bermasalah.
Menurut Alexander Kjerulf (Chief Happiness Officer), rasa senang dan bahagia memang kunci utama untuk memacu produktivitas dan kinerja berdasarkan 10 alasan berikut ini:
Misalnya dalam Islam dikenal beramal dengan ihsan, dimana kita yakin dengan keberadaan Allah dan merasa diawasi Allah. Ihsan tidak hanya hadir di atas sajadah, atau di tempat-tempat ibadah. Ihsan juga hadir di tempat kerja dan dimana saja. Jika seorang karyawan berlaku ihsan, maka ia akan jujur, tak mungkin curi-curi waktu, apalagi mengambil sesuatu. Disini hubungan spiritualitas dan produktivitas menjadi lebih jelas.
Lebih menarik lagi, seorang muslim yang diberikan Al Quran sebagai kitab suci, maka kandungan nilai-nilai yang telah diatur seharusnya menjadi pedoman dalam menjalani hidup dan pekerjaan. Jika iman menjadi pedoman, dan kitab suci menjadi aturan, maka seorang profesional muslim ketika bekerja:
(Muslim Super Hebat, 2018)
Penyebab utama ketidakterlibatan karyawan ini adalah karena mereka tidak bahagia di tempat kerja. Mereka melihat pekerjaan sebagai setumpuk tugas dan kewajiban, bukannya sebagai sesuatu yang mencerahkan, apalagi membahagiakan. Mereka sama sekali tidak menikmati pekerjaannya.
Penelitian yang dilakukan oleh Tim Ekonomi dari Universitas Warwick di Inggris dan Jerman pada tahun 2014 menguji hubungan antara kebahagiaan dan produktivitas. Hasilnya menunjukkan bahwa orang yang hatinya senang, bahagia, lebih produktif dibanding dengan orang yang sedang berduka atau sedang bermasalah.
Menurut Alexander Kjerulf (Chief Happiness Officer), rasa senang dan bahagia memang kunci utama untuk memacu produktivitas dan kinerja berdasarkan 10 alasan berikut ini:
- Orang yang bahagia mampu bekerjasama lebih baik.
- Orang yang bahagia lebih kreatif.
- Orang yang bahagia memperbaiki masalah, bukan mengeluhkannya.
- Orang yang bahagia memiliki energi lebih banyak.
- Orang yang bahagia lebih optimistik.
- Orang yang bahagia jauh lebih termotivasi.
- Orang yang bahagia lebih jarang sakit.
- Orang yang bahagia belajar lebih cepat.
- Orang yang bahagia tak mudah cemas sehingga sedikit salah.
- Orang yang bahagia lebih baik dalam membuat keputusan.
Misalnya dalam Islam dikenal beramal dengan ihsan, dimana kita yakin dengan keberadaan Allah dan merasa diawasi Allah. Ihsan tidak hanya hadir di atas sajadah, atau di tempat-tempat ibadah. Ihsan juga hadir di tempat kerja dan dimana saja. Jika seorang karyawan berlaku ihsan, maka ia akan jujur, tak mungkin curi-curi waktu, apalagi mengambil sesuatu. Disini hubungan spiritualitas dan produktivitas menjadi lebih jelas.
Lebih menarik lagi, seorang muslim yang diberikan Al Quran sebagai kitab suci, maka kandungan nilai-nilai yang telah diatur seharusnya menjadi pedoman dalam menjalani hidup dan pekerjaan. Jika iman menjadi pedoman, dan kitab suci menjadi aturan, maka seorang profesional muslim ketika bekerja:
- ia akan sungguh-sungguh dan pantang menunda-nunda (QS. 94:7)
- ia akan taat dan patuh pada pimpinannya (QS. 4:59)
- ia akan menghormati rekan kerjanya (QS. 28:77)
- ia tidak akan iri dengan rekan kerja (QS. 4:32)
- ia tidak akan curi-curi waktu apalagi menipu (QS. 83:1-3)
(Muslim Super Hebat, 2018)