Mengandung anak pertama adalah kebahagiaan yang luar biasa bagi pasangan suami istri. Demikian juga bagi Farid dan Rita. Mereka menikah hampir setahun yang lalu. Farid bekerja di sebuah perusahaan IT dan Rita sebelum menikah bekerja di sebuah perusahaan komponen elektronika di Muka Kuning.
Pernikahan mereka terbilang sangat cepat dan tidak disangka oleh teman-temannya. Bahkan teman kerja Rita pada kaget, tidak ada angin, tidak ada hujan, Rita yang terkenal pendiam, tidak pernah sama sekali terlihat dekat sama cowok, tiba-tiba menyebarkan undangan sambil ijin cuti untuk menikah.
Farid diperkenalkan oleh seorang seniornya di tempat kerja dengan Rita pada suatu kesempatan ketika ia berkunjung ke rumah seniornya itu. Rita adalah sahabat dekat istrinya. Tanpa perlu waktu lama, Farid langsung bermaksud menikahinya, dan saat itu juga menanyakan latar belakang keluarga dan bagaimana tanggapan keluarganya jika menikah dalam waktu dekat.
Rita hanya meminta waktu untuk menyampaikan hal ini kepada orangtuanya di kampung. Dan hanya dalam waktu 2 minggu kemudian mereka bertemu lagi rumah yang sama dengan perantara teman Farid tersebut. Mereka sepakat untuk menikah minggu berikutnya. Persyaratan yang diajukan Rita juga tidak memberatkan. Ia hanya meminta mahar yang menurut Farid mudah dipenuhi, tidak perlu pesta, hanya dia minta akad nikah dilakukan di rumahnya di kampung. Farid asli Mranggen, Demak. Dan Rita berasal dari Tulis, Batang. Tidak terlalu jauh jarak kampung mereka berdua.
Dan begitulah, pernikahan mereka berlangsung sederhana. Hanya ada akad nikah, dilanjutkan dengan syukuran kecil-kecilan dengan mengundang kerabat dan tetangga dekat. Tidak ada pesta, tidak ada pelaminan. Rita hanya mengenakan baju muslimah warna putih, dihias beberapa helai bungan melati di kerudungnya. Farid memakai baju taqwa warna putih dengan setelan jas warna hitam. Setelah akad nikah mereka berfoto-foto sejenak dan menemani tamu, kerabat dekat yang hadir. Farid memberikan satu stel baju muslimah yang terdiri dari gamis dengan warna kombinasi merah hati dan putih bermotif bunga-bunga, lengkap dengan kerudung, manset dan kaos kaki. Sebentuk cincin sederhana tanpa bentuk yang aneh dan beberapa buah buku Islam berukuran tebal sebagai hadiah bagi istrinya. Mereka tampak berbahagian dalam kesederhaan tersebut.
Kini telah memasuki bulan kesembilan pernikahan mereka. Rita sedang mengandung anak mereka yang pertama. Namun namanya takdir tidak ada yang menyangka. Tiba-tiba mereka mendapat kabar bahwa ayah Rita meninggal. Dan Farid sudah tidak memiliki cuti lagi. Cutinya sudah dihabiskan waktu mengurus pernikahannya waktu itu. Terpaksa Rita pulang kampung sendiri.
Karena waktu yang mendesak, Farid membeli tiket pesawat langsung ke Semarang. Harganya sangat mahal untuk ukuran mereka. Tapi demi untuk ke rumah orangtua, mereka tetap membelinya. Farid mengantar istrinya ke bandara Hang Nadim, mengurus surat pengantar dokter karena orang hamil harus mengisi surat pernyataan dulu disertai dengan surat pengantar dari dokter bandara.
Kurang lebih sebulan Rita di kampung halaman. Farid sudah dilanda kerinduan kepada istri yang sangat dicintainya itu. Hampir setiap hari ia meneleponnya, menanyakan kabar dan menjadwalkan kepulangannya.
Sebulan kemudian Rita kembali ke Batam. Namun kali ini ia tidak naik pesawat. Di samping harga tiket pesawat yang sangat mahal, juga resiko kemungkinan ia tidak boleh naik pesawat karena usia kandungannya yang sudah mendekati 9 bulan. Akhirnya ia memutuskan naik kapal Pelni. Berarti ia harus ke Jakarta dulu baru ke Pelabuhan Tanjung Priok untuk melanjutkan perjalanan ke Batam dengan kapal.
Hari itu jadwal kedatangan kapal Pelni. Pelabuhan domestik Sekupang seperti biasanya pada hari yang dijadwalkan berlabuhnya kapal Pelni, selalu sibuk. Taksi-taksi maupun mobil sewaan lain telah berjajar menunggu datangnya penumpang. Para porter juga telah siap dengan peralatan angkut mereka. Dalam hiruk pikuk seperti ini biasanya sebagian orang jahat memanfaatkannya untuk bertindak nista dengan mencopet atau menjambret barang para penjemput maupun penumpang kapal.
Farid bersiap untuk menjemput istri yang ditunggu-tunggunya. Sejak pagi dia sudah meminta ijin ke Supervisor-nya untuk keluar kantor guna menjemput istrinya. Hari ini dia berdandan istimewa. Kemarin sore ia pangkas rambut, sehingga potongannya tampak lebih rapi. Dia mengenakan kemeja panjang warna putih dan bawahan gelap. Memakai dasi bercorak gelap dengan gambar komputer yang terkesan techno-look. Dia telah meminjam mobil temannya untuk dibawa ke pelabuhan.
Sebelum berangkat dia kembali berkaca, menyemprotkan parfume Identic dengan aroma Bulgari kesukaannya. Memakai jas warna gelap yang tergantung di belakang meja kerjanya. Sesampai di receptionist ia menghampiri petugas disana dan meminta ijin mengambil setangkai bunga mawar yang baru diganti tadi pagi. Bunga warna merah itu masih segar dan memancarkan aroma harum. Resepsionis hanya tersenyum melihat tingkah Farid sambil menanyakan Farid mau kemana kok berpakaian seperti dan membawa bunga segala, seperti mau bertemu pacar.
”Aku memang mau ketemu pacarku, kok!” jawabnya singkat sambil menyebarkan senyum lalu meninggalkan mereka menuju halaman parkir mobil.
Sampai di Pelabuhan Sekupang, ia memarkir mobilnya agak jauh agar mudah keluarnya, lalu menuju ruang kedatangan. Tepat dalam waktu yang bersamaan, petugas informasi mengumumkan bahwa Kapal Pelni dari Jakarta telah berlabuh, para penumpang tujuan Batam dipersilakan keluar.
Farid menunggu di depan pintu kedatangan, tepat di depan pagar. Pandangannya disebar ke seluruh penjuru mencari sosok yang ia nantikan. Mulai dari atas kapal, buritan, sampai berjubelnya orang yang berebut menuruni tangga kapal hingga orang-orang yang berdesak-desakan keluar dari dermaga menuju pintu kedatangan.
Dari kejauhan ia mendapati sosok mungil memakai kerudung biru muda. Sebuah tas warna coklat menggantung di pundaknya. Ia tampak berjalan pelan menyusuri jalan dermaga. Beberapa kali dilalui oleh para porter yang dengan langkah cepat mengangkat barang keluar pelabuhan. Ia bersama datang bersama Ibunya Farid dan disampingnya ada beberapa orang teman Rita yang juga Farid kenal.
”Ini dia biadadariku!” pekiknya.
Tanpa ia sadari ratusan pasang mata memandangnya dari tadi. Melihat sikap dan tampilannya yang aneh, ia telah menarik perhatian banyak penjemput lainnya. Bahkan penumpang yang baru saja keluar pintu juga ikut heran. Barangkali mereka menyangka sedang ada syuting sinetron.
Begitu sampai di pintu keluar, Farid menyambut istrinya salam, istinya mencium tangan dan Farid pun mengecup kecing istrinya. Seraya ia menyerahkan setangkai bunga mawar yang ada di tangannya. Istrinya mencium bunga itu dan tersenyum sambil memeluk suaminya yang ia lihat lebih tampan dari sebelumnya. Kemudian Farid mencium tangan Ibunya dan memeluknya sambil mengucapkan selamat datang di Batam. Memang sudah direncanakan sebelumnya bahwa Ibunya akan menemani proses kelahiran anak pertamanya sekaligus tinggal di Batam beberapa bulan.
Tanpa sepengatahuan mereka, para pengunjung pelabuhan, baik penjemput maupun penumpang yang datang, telah melingkari mereka dan seperti dikomando, para pengunjung pelabuhan membuatkan jalan bagi mereka. Mereka takjub dengan pemandangan yang mereka lihat. Terpana, seakan melihat sinetron di televisi. Betapa romantis pasangan ini...
Ah! Farid telah memperlakukan wanita dengan begitu indahnya. Setangkai mawar itu telah menjadi kenangan terindah dalam hati istrinya.
Rita berjalan sambil digandeng suaminya itu, sesekali ia melihat dan mencium kembali bunga mawar di tangannya. Ditangkai mawar itu, ia temukan sebuah kata ”Untukmu!”. Sebuah kata dengan sejuta makna ()