Pagi-pagi seperti biasa, joging adalah salah satu aktivitas rutin. Pagi ini juga. Namun saya melanjutkan jalan-jalan ke pasar.
Luar biasa. Meski hari masih agak gelap, matahari belum muncul, transaksi bisnis sudah berjalan di semua sudut pasar pagi. Lembaran uang ribuan, puluhan ribu, lima puluh ribuan sudah berpindah dari tangan satu ke tangan yang lainnya. Jual beli sayur, buah, daging, sembako, kantong plastik, gorengan, lontong sayur, baju anak-anak...hampir semua transaksi jual beli sudah terjadi di pagi buta ini.
Semangat yang luar biasa terpancar dari wajah-wajah lugu itu.
Semangat yang saya yakin jauh lebih besar kegundahan mereka ketika menghadapi kenyataan bahwa dalam beberapa bulan terakhir terjadi kenaikan harga-harga.
Bukan mereka tidak terpengaruh dengan kenaikan harga. Saya yakin sangat mempengaruhi kehidupan mereka. Tapi lihatlah, mereka begitu bersemangatnya.
Transaksi yang mereka melakukan, jual beli yang sudah dijalankan sejak pagi-pagi buta, menunjukkan bahwa mereka adalah pejuang-pejuang tangguh yang sedang menjemput rejeki.
Sebuah semangat kerja keras yang luar biasa kan?
Saya malah yakin, ekonomi di negeri kita ini digerakkan oleh pedagang-pedagang pasar seperti ini. Sehingga ekonomi kita menjadi tangguh.
Bukan oleh ahli-ahli ekonomi dari Perguruan Harvard sana yang konon akan menjadi pendekar ekonomi negeri ini...
Terus bekerja, bekerja, bekerja.
Karena bekerja juga merupakan jalan lancar menuju surga.
Dalam sebuah kisah diriwayatkan suatu hari Rasulullah Muhammad Saw bertemu dengan Sa`ad bin Mu`adz Al-Anshari. Ketika itu Sang Nabi melihat tangan Sa`ad yang kulitnya gosong kehitam-hitaman dan melepuh seperti terpanggang matahari.
Sa`ad pun memperlihatkan tangannya kepada Sang Rasul. Rasul pun bertanya kepada Sa’ad, “Mengapa tanganmu?” “Wahai Rasulullah, jawab Sa`ad, “Tanganku seperti ini karena aku mengolah tanah dengan cangkul itu untuk mencari nafkah halal bagi keluarga yang menjadi tanggunganku.”
Mendengar keterangan tersebut, Nabi mengambil tangan Sa`ad bin Mu`adz Al-Anshari dan menciumnya seraya bersabda, “Inilah tangan yang tidak akan pernah disentuh api neraka.”
Dengan demikian, kita mesti meyakini tidak ada yang berlalu sia-sia dari tiap tetesan keringat yang kita seka karena lelah dan penat bekerja.
Semangat yang luar biasa terpancar dari wajah-wajah lugu itu.
Semangat yang saya yakin jauh lebih besar kegundahan mereka ketika menghadapi kenyataan bahwa dalam beberapa bulan terakhir terjadi kenaikan harga-harga.
Bukan mereka tidak terpengaruh dengan kenaikan harga. Saya yakin sangat mempengaruhi kehidupan mereka. Tapi lihatlah, mereka begitu bersemangatnya.
Transaksi yang mereka melakukan, jual beli yang sudah dijalankan sejak pagi-pagi buta, menunjukkan bahwa mereka adalah pejuang-pejuang tangguh yang sedang menjemput rejeki.
Sebuah semangat kerja keras yang luar biasa kan?
Saya malah yakin, ekonomi di negeri kita ini digerakkan oleh pedagang-pedagang pasar seperti ini. Sehingga ekonomi kita menjadi tangguh.
Bukan oleh ahli-ahli ekonomi dari Perguruan Harvard sana yang konon akan menjadi pendekar ekonomi negeri ini...
Terus bekerja, bekerja, bekerja.
Karena bekerja juga merupakan jalan lancar menuju surga.
Dalam sebuah kisah diriwayatkan suatu hari Rasulullah Muhammad Saw bertemu dengan Sa`ad bin Mu`adz Al-Anshari. Ketika itu Sang Nabi melihat tangan Sa`ad yang kulitnya gosong kehitam-hitaman dan melepuh seperti terpanggang matahari.
Sa`ad pun memperlihatkan tangannya kepada Sang Rasul. Rasul pun bertanya kepada Sa’ad, “Mengapa tanganmu?” “Wahai Rasulullah, jawab Sa`ad, “Tanganku seperti ini karena aku mengolah tanah dengan cangkul itu untuk mencari nafkah halal bagi keluarga yang menjadi tanggunganku.”
Mendengar keterangan tersebut, Nabi mengambil tangan Sa`ad bin Mu`adz Al-Anshari dan menciumnya seraya bersabda, “Inilah tangan yang tidak akan pernah disentuh api neraka.”
Dengan demikian, kita mesti meyakini tidak ada yang berlalu sia-sia dari tiap tetesan keringat yang kita seka karena lelah dan penat bekerja.
Selamat bekerja!