Imam Syahid Hasan Al-Banna pernah mengatakan bahwa diantara kewajiban seorang Al-Akh adalah: “Janganlah engkau terlalu berharap untuk menjadi pegawai negeri, dan jadikanlah ia sesempit-sempitnya pintu rezeki. Namun jangan engkau tolak, jika diberi peluang untuk itu. Janganlah engkau melepaskannya, kecuali jika ia benar-benar bertentangan dengan tugas-tugas da’wahmu.”
Ketika seorang muslim ingin memulai usaha yang baru hendaknya ia tidak memilih pegawai negeri menjadi skala prioritas yang pertama. Namun bila ada kesempatan kita juga tidak menolaknya, asalkan pekerjaan tersebut sesuai dengan hukum sara’ dan tidak menghambat da’wah. Bekerja bagi kita tidak hanya melulu mncari uang atau untuk menunjukkan staus sosial di masyarakat, tetapi ada bagian da’wah di dalamnya.
Rasulullah SAW telah mengajarkan kepada kita tentang pekerjaan yang sangat mulia dan menghasilkan banyak uang yaitu dagang. Dengan berdagang seseorang diuji kejujurannya, kesabarannya mencari pembeli dan ketekunannya menjalankan roda perdagangan. Bukankah rizki itu 90 % di dapat dari hasil niaga dan sisanya dari yang lainnya.
Sejarah telah membuktikan bahwa semenjak zaman Nabi sampai saat ini, pekerjaan yang menjajikan adalah pekerjaan niaga. Lihat saja Saudagar kaya raya dari kota Makkah seperti Khodijah binti Khowailid, Utsman bin Afwan, Abdur-Rahman bin Auf dan sahabat-sahabat yang lain. Mereka semua sukses dalam bekerja karena menggeluti perdagangan. Yang menarik adalah walaupun mereka tergolong sukses berbisnis mereka tetap tidak melupakan da’wah. Harta yang mereka dapatkan tidak sertamerta digunakan hanya untuk anak, istri dan keluarganya saja, tetapi harta tersebut dikembalikan lagi kepada kepentingan da’wah. Sungguh sebuah contoh yang sangat baik bagi ita semua. []
Ketika seorang muslim ingin memulai usaha yang baru hendaknya ia tidak memilih pegawai negeri menjadi skala prioritas yang pertama. Namun bila ada kesempatan kita juga tidak menolaknya, asalkan pekerjaan tersebut sesuai dengan hukum sara’ dan tidak menghambat da’wah. Bekerja bagi kita tidak hanya melulu mncari uang atau untuk menunjukkan staus sosial di masyarakat, tetapi ada bagian da’wah di dalamnya.
Rasulullah SAW telah mengajarkan kepada kita tentang pekerjaan yang sangat mulia dan menghasilkan banyak uang yaitu dagang. Dengan berdagang seseorang diuji kejujurannya, kesabarannya mencari pembeli dan ketekunannya menjalankan roda perdagangan. Bukankah rizki itu 90 % di dapat dari hasil niaga dan sisanya dari yang lainnya.
Sejarah telah membuktikan bahwa semenjak zaman Nabi sampai saat ini, pekerjaan yang menjajikan adalah pekerjaan niaga. Lihat saja Saudagar kaya raya dari kota Makkah seperti Khodijah binti Khowailid, Utsman bin Afwan, Abdur-Rahman bin Auf dan sahabat-sahabat yang lain. Mereka semua sukses dalam bekerja karena menggeluti perdagangan. Yang menarik adalah walaupun mereka tergolong sukses berbisnis mereka tetap tidak melupakan da’wah. Harta yang mereka dapatkan tidak sertamerta digunakan hanya untuk anak, istri dan keluarganya saja, tetapi harta tersebut dikembalikan lagi kepada kepentingan da’wah. Sungguh sebuah contoh yang sangat baik bagi ita semua. []