Yang namanya profesi, pasti dikaitkan dengan income. Wajar kan?
Namun pernahkah mendengar orang-orang yang memiliki pekerjaan rutin, bahkan menyita banyak waktunya tanpa mendapatkan imbalan, bahkan harus mengeluarkan biaya, mencurahkan perhatian, upaya dan pengetahuan yang cukup banyak untuk menjalaninya?
Ketika bertugas di Tanjung Balai Karimun, saya punya kenalan seorang bidan yang ditugaskan di pulau terpencil. Setiap hari ia berlayar dari pulau ke pulau. Bukan dengan kapal layar tentunya. Hanya dengan perahu sampan. Untuk menolong ibu-ibu yang membutuhkan pertolongan, atau tidak jarang harus mengobati ornag sakit, meskipun ia bukan dokter.
Penghasilannya tidak pas-pasan, kadang sering menalangi untuk membeli obat-obatan. Distribusi obatd ari Puskesmas atau RS Daerah kadang terlambat karena faktor transportasi. Setiap 2 minggu sekali ia ke kota kabupaten untuk banyak keperluan sekaligus, mengurus administrasi kepegawaian, keperluan-keperluan pasien, urusan medis, belajar dan juga mengaji. Iya, ia menyempatkan diri untuk menuntut ilmu ketika datang ke kota kabupaten, termasuk menuntut ilmu agama.
Disana juga saya mengenal seorang guru ngaji yang sangat tekun. Setiap seminggu sekali ia pergi ke pulau-pulau. Setiap pekan meluangkan waktunya sehari semalam khusus untuk menekuni 'profesi'-nya sebagai guru ngaji.
Bukan guru ngaji biasa yang hanya datang mengisi ceramah terus selesai. Teman saya ini lebih mirip pendidik, atau wali kelas. Karena ia 'murid'-nya tetap, orangnya itu-itu saja. Jadi mirip kelompok belajar. Dan perkembangan kemampuannya dipantau setiap saat. Jadi ada raport-nya bagi setiap peserta. Semua itu dilakukannya dengan ikhlas. Mengadministrasikan pengajaran, membuat kurikulum, memilih tema, hingga memantau perkembangan muridnya.
Dan untuk itu semua, ia lakukan dengan sukarela. Tidak mendapatkan imbalan serupiahpun. Bahkan untuk transportasi dan akomodasi setiap minggu ia keluarkand ari kantongnya sendiri. Untuk membeli peralatan mengajar dari dirinya sendiri. Peserta yang ikut tidak dipungut biaya. Hebatnya lagi, profesi itu sudah ditekuni sejak 10 tahun lalu.
Mengapa ia bisa melakukan itu semua? Sebuah keyakinan bahwa imbalan bukan hanya material, namun ada harapan yang lebih besar dari imbalan materi. Yakni imbalan inmaterial, tabungan amal kebaikan. Pahala. Begitu orang Islam menyebutnya. Dan kadang keyakinan itu justru menumbuhkan semangat pengorbanan yang luar biasa. Mengerahkan segala kemampuan fikiran, fisik dan tidak kalah pentingnya, mengerahkan pengorbanan materi.
Ternyata tidak semua profesi berkaitan dengan materi. Tidak semua yang dilakukan dengan passion harus berhubungan dengan income. Tergantung bagaimana kita memaknai pekerjaan itu. Jika kita lakukan semua pekerjaan dengan passion penuh, maka imbalan materi menjadi nomor kesekian. Bahkan bisa jadi tidak penting lagi.
Bagaimana dengan Anda?
Sudahkah mengawali tahun baru ini dengan Full Passion?
Salam persahabatan!
Namun pernahkah mendengar orang-orang yang memiliki pekerjaan rutin, bahkan menyita banyak waktunya tanpa mendapatkan imbalan, bahkan harus mengeluarkan biaya, mencurahkan perhatian, upaya dan pengetahuan yang cukup banyak untuk menjalaninya?
Ketika bertugas di Tanjung Balai Karimun, saya punya kenalan seorang bidan yang ditugaskan di pulau terpencil. Setiap hari ia berlayar dari pulau ke pulau. Bukan dengan kapal layar tentunya. Hanya dengan perahu sampan. Untuk menolong ibu-ibu yang membutuhkan pertolongan, atau tidak jarang harus mengobati ornag sakit, meskipun ia bukan dokter.
Penghasilannya tidak pas-pasan, kadang sering menalangi untuk membeli obat-obatan. Distribusi obatd ari Puskesmas atau RS Daerah kadang terlambat karena faktor transportasi. Setiap 2 minggu sekali ia ke kota kabupaten untuk banyak keperluan sekaligus, mengurus administrasi kepegawaian, keperluan-keperluan pasien, urusan medis, belajar dan juga mengaji. Iya, ia menyempatkan diri untuk menuntut ilmu ketika datang ke kota kabupaten, termasuk menuntut ilmu agama.
Disana juga saya mengenal seorang guru ngaji yang sangat tekun. Setiap seminggu sekali ia pergi ke pulau-pulau. Setiap pekan meluangkan waktunya sehari semalam khusus untuk menekuni 'profesi'-nya sebagai guru ngaji.
Bukan guru ngaji biasa yang hanya datang mengisi ceramah terus selesai. Teman saya ini lebih mirip pendidik, atau wali kelas. Karena ia 'murid'-nya tetap, orangnya itu-itu saja. Jadi mirip kelompok belajar. Dan perkembangan kemampuannya dipantau setiap saat. Jadi ada raport-nya bagi setiap peserta. Semua itu dilakukannya dengan ikhlas. Mengadministrasikan pengajaran, membuat kurikulum, memilih tema, hingga memantau perkembangan muridnya.
Dan untuk itu semua, ia lakukan dengan sukarela. Tidak mendapatkan imbalan serupiahpun. Bahkan untuk transportasi dan akomodasi setiap minggu ia keluarkand ari kantongnya sendiri. Untuk membeli peralatan mengajar dari dirinya sendiri. Peserta yang ikut tidak dipungut biaya. Hebatnya lagi, profesi itu sudah ditekuni sejak 10 tahun lalu.
Mengapa ia bisa melakukan itu semua? Sebuah keyakinan bahwa imbalan bukan hanya material, namun ada harapan yang lebih besar dari imbalan materi. Yakni imbalan inmaterial, tabungan amal kebaikan. Pahala. Begitu orang Islam menyebutnya. Dan kadang keyakinan itu justru menumbuhkan semangat pengorbanan yang luar biasa. Mengerahkan segala kemampuan fikiran, fisik dan tidak kalah pentingnya, mengerahkan pengorbanan materi.
Ternyata tidak semua profesi berkaitan dengan materi. Tidak semua yang dilakukan dengan passion harus berhubungan dengan income. Tergantung bagaimana kita memaknai pekerjaan itu. Jika kita lakukan semua pekerjaan dengan passion penuh, maka imbalan materi menjadi nomor kesekian. Bahkan bisa jadi tidak penting lagi.
Bagaimana dengan Anda?
Sudahkah mengawali tahun baru ini dengan Full Passion?
Salam persahabatan!