Kemarin saya berkesempatan memberikan pelatihan di sebuah SD Islam ternama di Semarang. Sebenarnya ini bukan yang pertama kali saya memberikan pelatihan dengan peserta anak-anak. Kali ini saya menyampaikan materi 'andalan' yang sudah menjadi brand training saya tentang Personal Mastery. Jadi judulnya saya modifikasi menjadi Personal Mastery for Kids, biar lebih mudah diingat.
Ada satu hal yang istimewa. Panitia menyampaikan bahwa ini pesertanya unik. Anak-anak kelas 3 program Internasional. Secara intelektual mereka sangat hebat. Pintar dan cerdas. Namun ada hal yang perlu dibenahi, yakni kaitannya dengan emosional. Banyak diantara mereka yang suka berbuat onar, mengganggu teman sekelas. Ada yang sering bertengkar dengan adiknya, membantah orangtua dan banyak lagi.
Dan memang benar. Itu yang saya dapatkan. Perlu effor yang sangat besar untuk membuat suasana pelatihan menjadi kondusif. Ada saja kehebohan yang terjadi. Yang ngambek, tidak mau ikut, tiduran, cuek, mengganggu temannya, wah pokoknya banyak sekali yang mereka lakukan. Perlu usaha yang cukup berat, sendirian mengelola kelas seperti ini.
Namun dari semua itu, ada hal yang menarik. Banyak diantara para pembuat ulah itu akan reda ketika saya berikan sentuhan kasih sayang, memeluk dan mengelus rambutnya. Membelai pipi atau meluruskan rambutnya yang acak. Pokoknya sentuhan fisik kelembutan yang selalu saya berikan. Disamping itu juga mengajak mereka bicara tentang keluarganya, saya minta mereka bercerita tentang ayah dan ibunya, juga adik atau kakaknya.
Dari interaksi dengan mereka dan apa yang saya lakukan, saya menemukan bahwa mungkin selama ini mereka tidak terlalu sering berinteraksi kasih sayang dengan ayah mereka. Jarang mereka diajak bermain, digendong atau bermain bersama. Interkasi yang terjadi 'hanya' sebatas pergi bersama, makan bersama atau dibonceng kendaraan.
Saya jadi teringat pesan yang disampaikan sahabat saya ketika di Batam, seorang psikolog lulusan Universitas Padjajaran, Melly Puspita Sari, Psi bahwa memeluk anak-anak bukan hanya tugas seorang ibu, namun ayah juga harus melakukannya. Ketika si ayah rajin memeluk anak, maka saat itu ia sedang mentransfer energi dan sejumlah aspek yang umumnya dimiliki laki-laki. Ini akan membuat anak lebih kuat dan tegar.
"Ayah sebenarnya sedang mentransfer kemampuan dan kemandirian pada diri anak. Selain itu aspek yang sifatnya berani berinteraksi dengan figur otoritas yang dimiliki ayah," begitu kata Mbak Melly suatu ketika.
Anak yang sering mendapat pelukan ayah cenderung menjadi anak mandiri, tidak penakut, dan lebih kuat dalam berinteraksi dalam kehidupan sosialnya. Sementara pelukan dari seorang ibu mentransfer sifat empati atau peduli terhadap orang lain.
Wahai para ayah, peluklah anakmu, sekarang juga dan lakukan lebih sering.
Have a nice holiday..:)
@JumadiSubur
Ada satu hal yang istimewa. Panitia menyampaikan bahwa ini pesertanya unik. Anak-anak kelas 3 program Internasional. Secara intelektual mereka sangat hebat. Pintar dan cerdas. Namun ada hal yang perlu dibenahi, yakni kaitannya dengan emosional. Banyak diantara mereka yang suka berbuat onar, mengganggu teman sekelas. Ada yang sering bertengkar dengan adiknya, membantah orangtua dan banyak lagi.
Dan memang benar. Itu yang saya dapatkan. Perlu effor yang sangat besar untuk membuat suasana pelatihan menjadi kondusif. Ada saja kehebohan yang terjadi. Yang ngambek, tidak mau ikut, tiduran, cuek, mengganggu temannya, wah pokoknya banyak sekali yang mereka lakukan. Perlu usaha yang cukup berat, sendirian mengelola kelas seperti ini.
Namun dari semua itu, ada hal yang menarik. Banyak diantara para pembuat ulah itu akan reda ketika saya berikan sentuhan kasih sayang, memeluk dan mengelus rambutnya. Membelai pipi atau meluruskan rambutnya yang acak. Pokoknya sentuhan fisik kelembutan yang selalu saya berikan. Disamping itu juga mengajak mereka bicara tentang keluarganya, saya minta mereka bercerita tentang ayah dan ibunya, juga adik atau kakaknya.
Dari interaksi dengan mereka dan apa yang saya lakukan, saya menemukan bahwa mungkin selama ini mereka tidak terlalu sering berinteraksi kasih sayang dengan ayah mereka. Jarang mereka diajak bermain, digendong atau bermain bersama. Interkasi yang terjadi 'hanya' sebatas pergi bersama, makan bersama atau dibonceng kendaraan.
Saya jadi teringat pesan yang disampaikan sahabat saya ketika di Batam, seorang psikolog lulusan Universitas Padjajaran, Melly Puspita Sari, Psi bahwa memeluk anak-anak bukan hanya tugas seorang ibu, namun ayah juga harus melakukannya. Ketika si ayah rajin memeluk anak, maka saat itu ia sedang mentransfer energi dan sejumlah aspek yang umumnya dimiliki laki-laki. Ini akan membuat anak lebih kuat dan tegar.
"Ayah sebenarnya sedang mentransfer kemampuan dan kemandirian pada diri anak. Selain itu aspek yang sifatnya berani berinteraksi dengan figur otoritas yang dimiliki ayah," begitu kata Mbak Melly suatu ketika.
Anak yang sering mendapat pelukan ayah cenderung menjadi anak mandiri, tidak penakut, dan lebih kuat dalam berinteraksi dalam kehidupan sosialnya. Sementara pelukan dari seorang ibu mentransfer sifat empati atau peduli terhadap orang lain.
Wahai para ayah, peluklah anakmu, sekarang juga dan lakukan lebih sering.
Have a nice holiday..:)
@JumadiSubur