Sumber energi dalam diri kita yang menghasilkan karya dan membuat mampu melakukan pekerjaan-pekerjaan besar terletak di kedalaman jiwa, itulah yang disebut ruang kegembiraan. Dan karena itulah wilayah ini harus kita jaga. Dengan sangat ketat. Karena dalam ruang kegembiraanlah ada energi yang dahsyat, yakni optimisme.
Optimisme adalah buah dari harapan. Dan harapan adalah rahmat yang diberikan Tuhan kepada kita semua. Coba bayangkan bagaimana jika hidup tanpa ada harapan, tidak mungkin seorang ibu rela mengandung anaknya berbulan-bulan. Tanpa harapan, bagaimana seseorang rela bangun pagi, berdesak-desakan di kendaraan umum menuju tempat kerja, lalu pulang di waktu senja. Tanpa harapan bagaimana mungkin seorang petani menanam bibit, menanam pohon dan merawatnya. Tanpa harapan takmungkin seorang ayah membanting tulang mencari nafkah halal dan terbaik bagi keluarganya.
Optimisme buah dari keyakinan kita dan kepercayaan adanya masa depan. Dan hanya optimisme inilah yang membuat energi kita takakan pernah habis. Ia akan menajdi energi jiwa yang luar biasa dahsyat. Dan disinilah kita, menemukan dorongan jiwa untuk berkarya dan berkarya, bekerja menghasilkan yang terbaik. Jika optimisme adalah adalah gelombang, maka kegembiaraan adalah riak-riaknya.
Namun yang terjadi, adakalanya kita kehilangan optimisme. Kehabisan energi. Kehilangan kegembiaraan. Mungkin karena permasalahan yang kita alami, kejadian yang membuat kita sedih atau beban yang berat di pundak. Kadang hidup terasa mencekam. Kita kehilangan gairah.
Situasi ini sering terjadi jika kita mengalami kegagalan yang berulang. Penolakan demi penolakan, atau ketidakharmonisan suatu hubungan, Atau ketika melihat tantangan yang terlalu berat. Ibarat kita memanjat suatu tebing, lalu gagal dan gagal lagi. Berusaha dan berusaha lagi, tetapi tetap gagal dan gagal lagi.
Akibat dari kegagalan yang berulang ini menimbulkan ancaman pada jiwa kita. Ancaman berupa hilangnya harapan, hilangnya optimisme dan hilangnya kegembiraan dari ruang jiwa kita. Dan ancaman berikutnya adalah kita akan kehilangan kepercayaan pada situasi, waktu dan pada diri kita sendiri.
Jika seorang pemimpin kehilangan optimisme, maka menjadi fatal jika penyakit ini menular pada tim dan bawahannya. Sebab itu harus ada siasat untuk menghadapi situasi seperti ini.
Salah satu cara menyiasatinya adalah dengan melakukan pengalihan. Tinggalkan dulu pekerjaan itu dan lakukan sesuatu yang lain. Lakukan sesuatu yang bisa menggembirakan. Lupakan sejenak urusan lama dan tinggalkan begitu saja.
Sebenarnya ketika kita melakukan aktivitas lain, kita tidak benar-benar meninggalnya. Kita hanya 'memandang' situasi itu dari kejauhan. Dengan melakukan kegiatan yang santai, dan 'melihat' dari kejauahan, kita akan menemukan cara pandang baru terhadap urusan yang kita gagal secara berulang itu.
Inilah siasat untuk mengembalikan ruang kegembiraan. Siasat pengalihan. Dengan siasat ini kita akan tetap menjaga ruang kegembiraan kita dari penyakit keputusasaan. Dengan cara ini kita bisa memberi jeda kepada jiwa untuk menghirup nafas kelegaan. Mengumpulkan kembali energi dan siap untuk memulai.
Mari jaga ruang kegembiaran kita. []
Optimisme adalah buah dari harapan. Dan harapan adalah rahmat yang diberikan Tuhan kepada kita semua. Coba bayangkan bagaimana jika hidup tanpa ada harapan, tidak mungkin seorang ibu rela mengandung anaknya berbulan-bulan. Tanpa harapan, bagaimana seseorang rela bangun pagi, berdesak-desakan di kendaraan umum menuju tempat kerja, lalu pulang di waktu senja. Tanpa harapan bagaimana mungkin seorang petani menanam bibit, menanam pohon dan merawatnya. Tanpa harapan takmungkin seorang ayah membanting tulang mencari nafkah halal dan terbaik bagi keluarganya.
Optimisme buah dari keyakinan kita dan kepercayaan adanya masa depan. Dan hanya optimisme inilah yang membuat energi kita takakan pernah habis. Ia akan menajdi energi jiwa yang luar biasa dahsyat. Dan disinilah kita, menemukan dorongan jiwa untuk berkarya dan berkarya, bekerja menghasilkan yang terbaik. Jika optimisme adalah adalah gelombang, maka kegembiaraan adalah riak-riaknya.
Namun yang terjadi, adakalanya kita kehilangan optimisme. Kehabisan energi. Kehilangan kegembiaraan. Mungkin karena permasalahan yang kita alami, kejadian yang membuat kita sedih atau beban yang berat di pundak. Kadang hidup terasa mencekam. Kita kehilangan gairah.
Situasi ini sering terjadi jika kita mengalami kegagalan yang berulang. Penolakan demi penolakan, atau ketidakharmonisan suatu hubungan, Atau ketika melihat tantangan yang terlalu berat. Ibarat kita memanjat suatu tebing, lalu gagal dan gagal lagi. Berusaha dan berusaha lagi, tetapi tetap gagal dan gagal lagi.
Akibat dari kegagalan yang berulang ini menimbulkan ancaman pada jiwa kita. Ancaman berupa hilangnya harapan, hilangnya optimisme dan hilangnya kegembiraan dari ruang jiwa kita. Dan ancaman berikutnya adalah kita akan kehilangan kepercayaan pada situasi, waktu dan pada diri kita sendiri.
Jika seorang pemimpin kehilangan optimisme, maka menjadi fatal jika penyakit ini menular pada tim dan bawahannya. Sebab itu harus ada siasat untuk menghadapi situasi seperti ini.
Salah satu cara menyiasatinya adalah dengan melakukan pengalihan. Tinggalkan dulu pekerjaan itu dan lakukan sesuatu yang lain. Lakukan sesuatu yang bisa menggembirakan. Lupakan sejenak urusan lama dan tinggalkan begitu saja.
Sebenarnya ketika kita melakukan aktivitas lain, kita tidak benar-benar meninggalnya. Kita hanya 'memandang' situasi itu dari kejauhan. Dengan melakukan kegiatan yang santai, dan 'melihat' dari kejauahan, kita akan menemukan cara pandang baru terhadap urusan yang kita gagal secara berulang itu.
Inilah siasat untuk mengembalikan ruang kegembiraan. Siasat pengalihan. Dengan siasat ini kita akan tetap menjaga ruang kegembiraan kita dari penyakit keputusasaan. Dengan cara ini kita bisa memberi jeda kepada jiwa untuk menghirup nafas kelegaan. Mengumpulkan kembali energi dan siap untuk memulai.
Mari jaga ruang kegembiaran kita. []