Ini artikel saya yang cukup lama, 2 atau 3 tahun lalu, semoga masih bermanfaat untuk mengukur keberhasilan Ramadhan kita.
(2) Akhlak yang Mulia
(3). Semangat Menutunt Ilmu
(5). Solidaritas Sosial yang
Tinggi
Ibadah Ramadhan juga telah mendidik kita untuk merasakan betapa tidak enaknya lapar dan haus itu yang juga telah disertai dengan menunaikan kewajiban sakat fitrah bahkan diselingi dengan infaq dan shadaqah yang kesemua itu bermuara pada penumbuhan dan pemantapan rasa tanggung jawab sosial. Karena itu sesudah Ramadhan berakhir, semestinya semakin mantap rasa tanggung jawab sosial kita sehingga kita punya perhatian terhadap kaum muslimin yang mengalami kesulitan hidup secara ekonomi.
Ramadhan sebentar lagi berakhir. Rasanya belum banyak yang bisa kita lakukan untuk
mengoptimalkan Ramadhan bagi peningkatan taqwa. Tapi apa dikata, Ramadhan telah
meninggalkan kita dan kita berharap semoga Ramadhan yang akan datang dapat kita
jumpai lagi dengan tekad bisa mengisinya dengan sesuatu yang lebih baik.
Salah satu yang kita harapkan dengan
berakhirnya Ramadhan adalah kembalinya kita kepada fitrah atau kesucian diri
kita masing-masing sebagaimana bayi yang baru dilahirkan, dalam keadaan tidak
berdosa dan memiliki tauhid yang mantap. Allah Swt memang telah menjanjikan
demikian melalui sabda Rasul-Nya Saw yang berbunyi:
Allah SWT mewajibkan puasa Ramadhan dan aku mensunnahkan shalat malam harinya.
Barangsiapa berpuasa dan shalat malam dengan mengharap pahala (keridhaan)
Allah, maka dia keluar dari dosanya seperti bayi yang baru dilahirkan oleh
ibunya (HR.
Ahmad).
Manakala kita telah kembali kepada fitrah
dalam arti terhapus dosa-dosa dan bersih tauhid kita dari segala bentuk
kemusyrikan, maka kita termasuk orang yang sukses dalam menunaikan ibadah
Ramadhan tahun ini.
Keberhasilan ibadah Ramadhan dalam bentuk
terhapusnya dosa-dosa merupakan sesuatu yang abstrak, bukan sesuatu yang
konkrit atau nyata. Oleh karena itu kita mesti memiliki tolok ukur keberhasilan
ibadah Ramadhan dengan ketaqwaan kepada Allah Swt yang meningkat. Ada beberapa
indikasi yang bisa kita jadikan patokan untuk menilai diri; apakah ibadah
Ramadhan kita berhasil atau tidak.
(1) Tauhid
yang Mantap
Seorang muslim yang habis menunaikan
ibadah puasa, maka seharusnya dia memiliki tauhid yang mantap, dengan tauhid
yang mantap itu dia selalu mengutamakan Allah Swt dan selalu terikat pada
nilai-nilai yang diturunkan-Nya. Karena itu orang yang tauhidnya mantap, akan
selalu menjalani kehidupan yang sesuai dengan ketentuan Allah, mencintai Allah
di atas segala-galanya serta tunduk dan taat kepada-Nya.
(2) Akhlak yang Mulia
Ibadah Ramadhan telah mendidik kita untuk
selalu berakhlak yang mulia, karenanya keberhasilan ibadah Ramadhan membuat
akhlak atau moral yang tercela terkikis habis dari jiwa dan kepribadian kita
masing-masing. Maka sesudah kita menunaikan ibadah Ramadhan, keberhasilan yang
harus kita tunjukkan adalah dengan memiliki akhlak yang mulia. Kemuliaan akhlak
suatu masyarakat akan membuat kehidupan berlangsung dengan aman dan sentosa
serta penuh dengan berkah dari Allah Swt, dan sebaliknya akhlak yang tercela
dalam suatu masyarakat akan membuat kehancuran, malapetaka dan laknat Allah
Swt.
Aktivitas Ramadhan juga telah merangsang
kegairahan kita untuk menimba ilmu pengetahuan, khususnya yang menyangkut
pendalaman ajaran Islam. Kuliah subuh, kuliah zuhur, ceramah tarawih, pesantren
Ramadhan dan studi keislaman lainnya di bulan Ramadhan merupakan
aktivitas-aktivitas yang merangsang semangat kita untuk menimba ilmu
pengetahuan. Aktivitas ini membuat kita tidak hanya lebih panatis sebagai
seorang muslim, tapi juga paham dan memiliki wawasan keislaman yang lebih baik. Dan sesudah
Ramadhan ini, semangat itu harus kita buktikan.
(4) Semangat Memakmurkan
Masjid
Ramadhan juga telah melatih kita untuk
kembali ke masjid, kembali memakmurkan masjid, kembali beraktivitas di masjid.
Itu sebabnya selama Ramadhan, kita rasakan masjid-masjid kita relatif lebih
makmur, pengurus dan jamaahnya lebih aktif dan aktivitas lebih banyak dan
bervariasi. Berakhirnya Ramadhan tidak boleh membuat masjid kita
kembali sepi, tanpa kepengurusan yang serius, tanpa jamaah yang aktif dan tanpa
aktivitas.
Ibadah Ramadhan juga telah mendidik kita untuk merasakan betapa tidak enaknya lapar dan haus itu yang juga telah disertai dengan menunaikan kewajiban sakat fitrah bahkan diselingi dengan infaq dan shadaqah yang kesemua itu bermuara pada penumbuhan dan pemantapan rasa tanggung jawab sosial. Karena itu sesudah Ramadhan berakhir, semestinya semakin mantap rasa tanggung jawab sosial kita sehingga kita punya perhatian terhadap kaum muslimin yang mengalami kesulitan hidup secara ekonomi.
Dengan demikian, ibadah Ramadhan yang hampir kita akhiri, tentu saja
harus meninggalkan bekas yang mendalam sehingga ketaqwaan kita kepada Allah Swt
semakin mantap yang berarti apapun yang kita hendak lakukan selalu berpijak
pada nilai-nilai luhur yang terdapat dalam Islam yang agung.[]