Satu waktu ketika berbicara di depan ratusan siswa SMK saya mengajukan pertanyaan kepada mereka, “Siapakah yang ingin segera mendapatkan pekerjaan?” Dengan serempak mereka mengangkat tangan dan menjawab,”Saya..!” Begitulah antuasiasnya orang yang ingin mendapatkan pekerjaan.
Keadaan yang berbeda saya dapati ketika bertemu dengan orang yang ketika datang ke kantor tampak tidak bersemangat. Setiap hari yang keluar dari mulutnya adalah keluh kesah tentang banyaknya pekerjaan. Ketika ditanya bagaimana pekerjaannya? “Ya beginilah, pekerjaan nggak kelar-kelar, uhggh sangat membosankan..”. Begitu gumam mereka.
Pada sisi yang lain, ada sebagian orang yang sudah bekerja memandang status sebagai karyawan sebatas “apa adanya”. Karyawan, ya begitulah, yang penting punya penghasilan tetap, daripada menjadi pengangguran yang belum tentu setiap bulan mendapatkan penghasilan. Hanya sebagian kecil yang memandang profesi karyawan sebagai sesuatu yang berarti, bernilai lebih.
Inilah fenomena menarik tentang profesi karyawan. Pada satu sisi, sebagian orang mendambakan pekerjaan atau status sebagai karyawan agar mempunyai penghasilan tetap dan bisa hidup stabil setiap bulannya. Bisa bekerja di suatu perusahaan bagi mereka sudah dianggap sebagai sebuah keberuntungan mengingat perbandingan jumlah pencari kerja dan lowongan yang tersedia terpaut jauh. Ditambah lagi bahwa kondisi perekonomian yang makin sulit dan terasa menyesakkan dada, semakin menguatkan orang untuk menjadi karyawan.
Di sinilah sesungguhnya yang menjadi menarik. Tanpa sadar, ada kecenderungan dari para karyawan sendiri untuk menilai rendah statusnya. “Ah, kita ‘kan cuma karyawan!” Ungkapan-ungkapan pesimis dan rendah diri semacam itu justru yang sering terdengar.
Tapi baiklah, secara prinsip nyaris semuanya terjebak pada sebuah mindset, paradigma, bahwa karyawan semata-mata sebagai ‘orang gajian’. Orang yang menjual tenaga, pikiran, atau ketrampilannya dan mendapatkan gaji sebagai imbalan. Mindset inilah yang membuat kebanyakan karyawan tetap menjadi ‘karyawan apa adanya’ seumur hidup mereka.
Selama ini kita memandang bahwa karyawan adalah orang yang bekerja untuk orang lain/ perusahaan dan mendapat kompensasi (upah, gaji, dll). Jujur saja, paradigma seperti itu telah sekian lama menjajah para karyawan sendiri.
Karyawan, sesungguhnya jauh lebih luhur dan luar biasa. Itu sebabnya saya memakai kata ‘profesi’ untuk karyawan –sebagaimana halnya profesi lain semacam dokter, pengacara dan lainnya. Karyawan, artinya orang yang membuat atau melahirkan sebuah ‘karya’. Dalam kata “karya” (apapun) mengandung sebuah proses kreatif..
Jadi tegasnya, karyawan bukanlah melulu orang gajian, orang yang bekerja dan lalu mendapatkan imbalan dari perusahaan atau majikannya. Namun karyawan adalah “manusia yang menghasilkan karya”.
Karyawan, sungguh sebuah status profesi yang agung. Ada nilai lebih dan luhur pada diri seorang karyawan, yang termanifestasikan lewat berbagai karyawannya sehari-hari. Yang membedakan seorang karyawan biasa-biasa saja (di level dan jabatan apapun) dengan karyawan bintang. []